Industri peternakan ayam petelur di Indonesia terus menunjukkan perkembangan pesat. Pada pertengahan 2025, produksi nasional bahkan mencapai 6,52 juta ton. Permintaan protein hewani yang tinggi membuat sektor ini semakin dilirik oleh peternak muda hingga investor agribisnis. Namun, di balik peluang besar tersebut, muncul tantangan serius, yakni limbah kotoran ayam yang menimbulkan pencemaran udara, air, hingga risiko kesehatan masyarakat akibat gas amonia dan hidrogen sulfida dari proses dekomposisi.
Menjawab persoalan itu, tim PKM-K Fermaze UGM menghadirkan solusi inovatif berupa suplemen pakan ayam petelur berbahan organik bernama Fermaze. Tim ini beranggotakan Renata Satriatama Ranukumbolo (Fakultas MIPA 2023), Najwa Ramadhani (Fakultas Teknologi Pertanian 2023), Dimas Landung Ghofaro (Fakultas Peternakan 2023), Afifah Diaz Restu Mawarni (Fakultas Peternakan 2023), dan Armedina Radine (Sekolah Vokasi 2024) dengan dosen pendamping Ir. Galuh Adi Insani, S.Pt., M.Sc., IPM.
Fermaze dikembangkan dengan memanfaatkan maggot Black Soldier Fly (BSF) yang mampu mendegradasi limbah kotoran ayam. Proses ini tidak hanya mengurangi pencemaran, tetapi juga mengoptimalkan nutrisi yang bisa kembali diserap ayam. Selain itu, maggot BSF berperan sebagai sumber protein berkualitas, sehingga mencegah defisiensi gizi pada ayam petelur.
Lebih lanjut, Fermaze diformulasikan dengan tambahan tepung tulang sebagai sumber kalsium, mineral penting untuk pembentukan cangkang telur. Dengan 94% cangkang telur terdiri dari kalsium, keberadaan nutrisi ini sangat krusial agar hasil telur tidak tipis, rapuh, atau cacat.
“Fermaze tidak hanya sekadar suplemen pakan alternatif, tetapi juga wujud nyata dari ekosistem peternakan berkelanjutan. Kami ingin mengolah limbah menjadi sumber daya baru yang bermanfaat, sehingga bisa menekan biaya produksi, menjaga lingkungan, sekaligus memperkuat daya saing peternak kecil,” ujar Tama, Ketua Tim Fermaze UGM (25/8).
Penulis: Afifah Diaz Restu Mawarni