Kegiatan ini berupa penempatan peserta SUIJI SLP ke beberapa rumah penduduk yang ada di desa selama dua-tiga minggu. Peserta akan dibagi dalam beberapa kelompok, yang terdiri dari 4 – 6 orang mahasiswa gabungan antara mahasiswa UGM dan mahasiswa dari universitas Jepang. Selama berada di lokasi, peserta belajar secara langsung mengenai kegiatan masyarakat desa sehingga dapat memahami berbagai macam budaya yang ditemukan di masyarakat. Kegiatan pengabdian masyarakat berupa menganalisis permasalahan dan memberikan solusi alternatif untuk memecahkan permasalahan di desa. Mahasiswa Jepang juga memperoleh kesempatan untuk berbagi infromasi mengenai budaya Jepang kepada masyarakat desa, sehingga terjadi pertukaran budaya baik dari peserta SUIJI dengan masyarakat desa. Kegiatan pertukaran mahasiswa ini akan dilaksanakan di Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Mahasiswa akan ditempatkan di beberapa rumah penduduk. Kegiatan ini ditujukan untuk mahasiswa yang mewakili UGM (Indonesia), Universitas Ehime (Jepang), Universitas Kochi (Jepang), dan Universitas Kagawa (Jepang) serta dosen pembimbing lapangan yang menyertainya. Adapun jumlah mahasiswa peserta kegiatan ini direncanakan terdiri dari 17 mahasiswa UGM dan 12 mahasiswa dari Jepang, serta 1 orang dosen pembimbing dari Jepang.
Utama
Sugi (49 tahun) membawa ceret air untuk diletakkan di atas tungku kompor. Klik, ia memutar knop kompor ke kiri, lalu kompor pun menyala dengan warna apinya yang berwarna biru. Seketika tercium bau gas metan dari kotoran sapi, namun hanya sebentar saja, lama kelamaan hilang.
“Gasnya sudah banyak ya, pak?” tanya Dr. Ngadisih, Dosen Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM kepada Pak Sugi.
“Iya Bu,” jawab Sugi sambil memperhatikan kontrol tekanan gas yang ditaruh di dinding belakang kompor.
Sugi merupakan ketua kelompok Tani “Mekar Sari” Desa Leksana, Karangkobar, Banjarnegara, Jawa Tengah. Sejak September tahun lalu di rumahnya sudah dipasang instalasi biogas dari Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM dalam rangka pengenalan teknologi biodigester di kampung tersebut.
Di desa ini hampir sebagian besar penduduknya memiliki hewan ternak sapi dan kambing yang selama ini kotorannya belum dimanfaatkan secara optimal. Penduduk yang mayoritas berprofesi sebagai petani sayuran tersebut selama ini membuang kotoran sapi di sekitar rumahnya yang dibiarkan mengering hingga nantinya dijadikan kompos untuk dibawa ke ladang mereka masing-masing.
Sugi menuturkan, saat ini baru keluarganya saja yang mendapat program pemasangan teknologi biogas dari UGM tersebut. Ia pun berharap keluarga yang lain bisa mendapatkan bantuan sama sehingga mereka bisa memanfaatkan kotoran ternak sapi tersebut. “Masing-masing punya ternak, tinggal dipasang alatnya lagi,” ujarnya.
Bapak dari dua anak ini menuturkan kompor biogas dimanfaatkan untuk kegiatan masak di dapur. “Seperti masak air, sayuran dan gorengan,” katanya.
Sugi mengaku keluarganya terbantu dengan adanya biogas tersebut karena ia tidak harus membeli isi ulang tabung gas lagi di rumahnya. “Ini sudah cukup kok,” imbuhnya.
Agar gas metan dari kotoran sapi yang ditampung di samping rumahnya selalu mengalir ke dapur. Sugi setiap hari selalu rajin mengumpulkan kotoran sapi yang berada persis di depan rumahnya. Di lantai kandang sapi tersebut sengaja ia buatkan saluran pembuangan limbah menuju bak penampung. Sebelum dialirkan, kotoran sapi ini sebelumnya dikumpulkan dalam sebuah ember yang sudah berisi air dan kemudian diaduk sebelum dibuang ke saluran pembuangan tersebut.
Dikatakan Sugi, bak penampung feses sapi ini bisa menampung sekitar 2.000 liter kotoran sapi bercampur air yang bisa digunakan memenuhi kebutuhan biogas selama sepuluh hari. Setiap pagi dan sore hari ia mengisi sedikitnya dua ember kotoran sapi yang sudah ia campur dengan air.
Sugi merupakan petani sayur mayur di Desa Leksana, Karangkobar. Di lahan pertanian yang dimilikinya seluas kurang dari setengah hektare ini, ia tanam berbagai jenis sayuran hingga tanaman kopi. Menurutnya, dengan cara bertanam sistem tumpang sari, ia bisa menghidupi kebutuhan keluarganya.
Namun begitu, ujarnya, tidak jarang saat musim panen tiba harga sayuran, seperti cabai atau kobis sangat murah. Meski penghasilannya sebagai petani terbilang pas-pasan, namun ia bangga masih memiliki ternak sapi yang sewaktu-waktu bisa ia jual apabila ada kebutuhan yang dirasa mendesak. “Bila kebutuhan agak banyak, saya jual sapi tapi kalau kebutuhan sedikit ya, jual kambing,” kenangnya.
Dosen dan peneliti teknologi biogas dari FTP UGM, Dr. Ngadisih, mengatakan pengembangan rumah mandiri energi sebagai bagian dari program pemberdayaan ekonomi masyarakat berada di kawasan rawan bencana. Daerah perbukitan Karangkobar, kata Asih, merupakan daerah kawasan pertanian yang terletak di zona rawan longsor. “Aktifitas pertanian di lereng bukit seringkali menyebabkan risiko terkena bencana banjir dan longsor, selain pertanian kita ingin mengajak mereka mengoptimalkan kegiatan peternakan juga,” katanya.
Asih mengatakan limbah dari kotoran ternak selama ini belum dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Umumnya kotoran ternak dibuang atau ditumpuk di sekitar rumah sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap.“Kita mengedukasi masyarakat bagaimana memanfaatkan limbah peternakan bagi pemenuhan biogas, sedangkan sisa dari bahan biogas ini akan diubah jadi pupuk,” katanya.
Asih menyebutkan sekitar 90 persen masyarakat Desa Leksana memiliki ternak sehingga memiliki potensi besar untuk pengembangan energi biogas. Namun demikian, pihaknya baru memasang instalasi biogas tersebut di rumah Pak Sugi sebagai rumah percontohan untuk pemenuhan energi secara mandiri. Sementara untuk kegiatan mitigas bencana, pihaknya melakukan kegiatan riset dan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pemantauan respons hidrologi berbagai jenis penggunaan lahan, memantau limpasan dan erosi di daerah tangkapan air, pengembangan teknik konservasi tanah dan air, serta kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat yang berada di daerah kawasan rawan bencana. (Humas UGM/Gusti Grehenson) (/Mtt)
Sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/17620-manfaatkan.biogas.ugm.siapkan.rumah.mandiri.energi
Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknik Pertanian (DTPB FTP) UGM melakukan pendampingan pada petani kakao di Madiun, Jawa Timur.
Kegiatan yang dilaksanakan pada 8-9 Desember 2018 lalu tersebut dipusatkan di Kecamatan Kare, Madiun. Para peneliti dan dosen DTPB FTP UGM menyampaikan sosialisasi kepada petani terkait teknik penanganan pasca panen kakao yang baik. Disamping hal tersebut, para petani kakao juga diberikan pelatihan tentang cara membuat produk berbasis biji kakao.
“Pendampingan ini diselenggarakan sebagai bentuk tindak lanjut pemberian bantuan mesin dan peralatan pengolahan kakao-cokelat oleh Pemda Madiun kepada petani,” jelas Dr. Joko Nugroho WK selaku Kepala Laboratorium Teknik Pangan dan Pascapanen FTP.
Dalam pendampingan yang diikuti lebih dari 25 petani kakao ini Joko menyampaikan pemaparan tentang kondisi perkebunan kakao di Madiun dan Indonesia. Selain itu, juga menjelaskan metode fermentasi biji kakao dan pengeringan kakao. Tak hanya itu, dalam kegiatan ini turut dipaparkan cara produksi cokelat dengan metode terbaik oleh Arifin Dwi Saputro, Ph.D.
Kuatkan Kelembagaan UPJA
Upaya penguatan kelembagaan Usaha Penyediaan Jasa Alsintan (UPJA) di wilayah Madiun juga dilakukan oleh DTPB FTP UGM pada akhir Desember 2018.
Langkah yang dilakukan salah satunya dengan penyelenggaraan Forum Group Discussion (FGD). FGD diikuti sekitar 30 orang peserta yang terdiri dari para pengelola UPJA, PPL, mantri dan beberapa perwakilan dari dinas perindustrian dan perdagangan serta perwakilan dari Bappeda Madiun. Sementara tim UGM yang hadiri dalam FGD tersebut, antara lain Prof. Lilik Sutiarso, Dr. Radi, Andri Prima Nugroho, Ph.D., dan Sri Markumningsih, M.Sc.
Dalam kesempatan tersebut, tim UGM memaparkan kondisi UPJA berdasarkan hasil survei dan analisis yang dilakukan tim UGM. Masyarakat mersepons positif penyelenggaraan FGD. Tidak sedikit peserta yang meyampaikan pertanyaan, gagasan dan usulan terkait UPJA di Madiun. Salah satunya tentang operasional transplanter dan combine harvester, pelatihan perbengkelan bagi UPJA dan rencana penggagasan UPJA menjadi BUMdes.
Sementarah itu, Plt. Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Madiun, Ir. Edy Bintarjo, M.M., saat membuka FGD menyampaikan dalam beberapa tahun terakhir Kabupaten Madiun memperoleh banyak bantuan alat mesin pertanian. Oleh karena itu, upaya pengelolaan alat mesin pertanian yang baik sangat dibutuhkan agar pemanfaatannya berjalan optimal untuk mengatasi berbagai persoalan di bidang pertanian.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah menjalin kerja sama dengan DTPB FTP UGM dalam kegiatan pelatihan penerapan teknologi pertanian/perkebunan modern bercocok tanam di Kabupaten Madiun. Kegiatan FGD ini merupakan salah satu bentuk kegiatan kerjasama, setelah sebelumnya dilakukan survei pendataan UPJA dan pelatihan manajemen kelembagaan dan operasional alat mesin pertanian bagi pengelola UPJA. (Humas UGM/Ika) (/Mtt)
Sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/17571-ugm.beri.pendampingan.petani.kakao.madiun
Mahasiswa Program Studi S2 Teknik Pertanian FTP UGM, Patriasia Hesti Tri Nugraheni, meraih gelar Best Presenter dalam seminar international 7th International Conference on Applied Sciences and Engineering Application (7th ICASEA) yang diberlangsung pada 9 Desember 2018 di Malaysia.
Seminar internasional tersebut diikuti 20 peserta dari berbagai negara di dunia. Melalui kegiatan ini para peserta yang terdiri dari akademisi, peneliti, dan praktisi diberikan kesempatan untuk berbagi pengalaman hasil riset dalam bidang keteknikan dan ilmu pengetahuan terapan.
Patriasia menyebutkan dirinya berhasil meraih gelar best presenter usai mempresentasikan penelitian berjudul “Mapping The Variable-Rate Application (VRA) Of Precision Fertilizing For Soybean”.
“Penelitian ditujukan untuk menghasilkan peta rekomendasi pemupukan tanaman kedelai secara presisi sehingga tanaman kedelai mendapatkan dosis pemupukan yang tepat,” paparnya belum lama ini.
Dalam penelitiannya Patriasia melakukan pengukuran kadar N, P, dan K dalam tanah pada lahan seluas 1.000 m2. Lahan tersebut kemudian dipetakan dengan ukuran 10m x 10m untuk melihat sebaran kadar N, P dan K tanah yang selanjutnya dibuat peta rekomendasi pupuk untuk tiap-tiap petak agar lebih presisi.
Dalam seminar internasional tersebut Departemen Teknik Pertanian dan dan Biosistem, Prodi Pascasarjana, tidak hanya mengirimkan Patriasia. Namun, juga mengirimkan satu mahasiswa dari program doktoral yaitu Sari Virgawati.
“Prestasi ini harapannya bisa memotivasi para mahasiswa untuk terus berkarya lebih baik lagi, berkontribusi bagi kemajuan bangsa, dan mengharumkan UGM,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika) (/Mtt)
Sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/17569-mahasiswa.ftp.ugm.raih.gelar.best.presenter.di.malaysia
Halal merupakan first line yang harus dipenuhi di segala lini aspek kehidupan. Selain halal, terdapat pula konsep Thayyiban yang melengkapi konsep halal dengan implikasi manfaat, antara lain sebagai keberlanjutan ekologis, penggunaan lingkungan yang bertanggung jawab, pemikiran kritis dan sains yang baik, serta membantu menciptakan dunia yang lebih baik bagi manusia.
Tidak hanya bagi umat Islam, konsep Thayyiban merupakan konsep universal yang relevan diterapkan lintas agama dan kebangsaan. Tidak seperti halal, istilah Thayyiban belum banyak diangkat. Oleh karena itu, pada Kamis (20/12) lalu, 1st Workshop on Global Halalan–Thayyiban Issuestelah terselenggara di Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM.Dengan tema “Halal Thayyiban as New Wave in Global Industry & Society”, workshop ini terselenggara atas kerja sama FTP UGM dengan Global Halal Food Industry Foundation (GHIF).
Workshop ini menghadirkan tiga pembicara utama, yakni Dr. Saroja Dorairajoo dari GHIF yang menjelaskan tentang isu Thayyiban di negara Singapura dan Cina. Lalu, hadir pula Dr. Ivan Lanovara, juga dari GHIF, yang menjelaskan tentang isu Halal di industri negara Indonesia dan Malaysia. Pembicara terakhir yaitu Dr. Asae Sayaka, juga asal GHIF, menjelaskan tentang Isu Thayyiban di negara Thailand dan Malaysia.
Industri makanan merupakan sektor vital yang sangat berkaitan erat dengan aspek Halal dan Thayiban. Dengan terselenggaranya workshop ini, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM, Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, berharap dapat menstimulasi dan meningkatkan kesadaran semua stakeholder yang terlibat di dalam mata rantai kegiatan dan usaha makanan di Indonesia.
“Kami berharap pemerintah senantiasa mengedepankan dan menerapkan secara baik prinsip Halalan Tahyyiban demi kesejahteraan umat manusia dengan spektrum implikasi positif yang luas secara universal,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam) (/Mtt)
Sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/17527-ftp.ugm.selenggarakan.workshop.internasional.halalan.thayyiban