Dosen Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM, Arifin Dwi Saputro, memenangkan lomba vlog inovasi teknologi dalam rangka Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) 2018 di Pekanbaru, Riau. Arifin memenangkan lomba yang diselenggarakan oleh Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tersebut, setelah dinilai oleh dewan juri memenuhi tema yang diangkat, yakni ‘Inovasi untuk Kemandirian Pangan dan Energi’.
Materi yang digunakan Arifin untuk lomba tersebut merupakan video publikasi teknologi pemroduksi gula semut terintregasi yang diambil dari tahun 2010. Alat tersebut diciptakan oleh tim FTP UGM yang dipimpin Dr. Sri Rahayoe M.P., yang sekarang menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Penelitian, Kerja Sama, dan Alumni FTP.
Arifin, yang juga menjadi salah satu anggota tim, menjelaskan alasan dibalik pembuatan alat itu karena ia melihat bahwa Indonesia merupakan salah satu produsen gula semut terbesar di dunia. Namun, sebagian produsen masih menggunakan cara konvensional dengan kompor dan wajan. “Hasilnya, kualitas gula terbilang buruk dan skala produksi tidak terlalu besar,” ungkapnya, Rabu (15/8).
Hal itu menjadi inspirasi timnya untuk membuat suatu alat pemroduksi gula semut yang lebih terstandarisasi. Melalui alat tadi, produksi gula semut bisa lebih meningkat baik kualitas maupun kuantitas.
Alat tersebut sekarang sudah banyak dimanfaatkan oleh produsen gula di Indonesia. “Bahkan, dulu sempat dibeli oleh Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) yang diinisiasi oleh Ani Yudhoyono,” ungkapnya.
Arifin dalam tim itu sebenarnya juga hanya berperan sebagai peneliti semata. Ia berinisiatif mendokumentasikannya disebabkan ketertarikannya pada videografi. Ketertarikan itu sudah muncul sejak dia masih kuliah dulu.
Lalu, ketika memulai studi doktoralnya di Belgia pada 2013, ia mulai tertarik dengan Youtube. Hal itu setelah ia melihat konten dari Net. TV. Terutama, sosok Adrian Zakhary yang sering mengingatkan datangnya era digital, atau yang sekarang disebut Era Revolusi Industri 4.0.
Sejak saat itu, ia mulai rutin membuat konten video yang berisi pengalamannya selama kuliah. Hal itu karena ia percaya bahwa media video lebih mudah dipahami oleh masyarakat. “Orang lebih tidak mudah bosan ketika menonton video,” sebutnya.
Ketertarikan Arifin tersebut tetap ia bawa setelah ia kembali menjadi dosen di FTP pada awal 2018 ini. Ia diserahi tanggung jawab untuk ikut mengurus kanal pengetahuan FTP. Selain itu, ia juga menjadi tim promosi Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem.
Arifin pun mengetahui ada lomba vlog dari Kemenristekdikti tadi. Ia kemudian berinisiatif untuk mencoba mengikutsertakan publikasi penelitian tahun 2010 tadi setelah dilakukan penyuntingan. “Hal itu karena video awal masih mentah, belum tersusun. Lalu masih perlu ditambah teks deskripsi serta audio narasi,” tuturnya.
Arifin menyatakan bahwa awalnya ia tidak berharap akan memenangkan lomba tersebut. Hal itu disebabkan video yang diambil dari tahun 2010 tadi, kuallitas gambarnya tidak terlalu bagus jika dibanding peserta lain. “Wajar karena kamera yang digunakan tahun itu kualitasnya jauh di bawah kamera keluaran terbaru sekarang,” ucapnya.
Namun, ketika pengumuman juara keluar, Arifin tidak menyangka bisa terpilih menjadi juara. Ia menyatakan bahwa dewan juri tidak memberikan hasil penilaiannya. Namun, ia menduga bahwa videonya bisa terpilih karena kesesuaiannya dengan tema perlombaan.
Kemenangan tersebut membuat Arifin semakin percaya diri untuk meneguhkan jalannya dalam mendokumentasikan penelitian. Menurutnya, dalam Era Revolusi Industri 4.0, masyarakat sekarang lebih suka menonton video daripada membaca buku. Oleh karena itu, lembaga pendidikan juga harus ikut mengikuti perkembangan zaman dalam menyebarkan pengetahuannya.
“Era sekarang adalah era digital. Saya percaya bahwa sekarang video dokumentasi penelitian lebih mudah dicerna masyarakat daripada buku,” tegas Arifin. (Humas UGM/Hakam) (/Mtt)
Sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/16840-video.sebagai.media.edukasi.di.era.revolusi.industri.40