• Tentang UGM
  • Simaster
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
  • Surel
  • PPID UGM
  • Indonesia
    • Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
Fakultas Teknologi Pertanian
  • Tentang Kami
    • Pengantar
    • Sejarah FTP UGM
    • Visi dan Misi
    • Tujuan dan Sasaran
    • Struktur Kelembagaan
      • Senat Fakultas
      • Pengelola Fakultas
      • Pengelola Departemen
      • Pengelola Program Studi
      • Pelaksana Administrasi
      • Unit Manajemen Mutu (UMM)
    • Dies Natalis
    • Tenaga Pendidik
    • Kompetensi Lulusan
    • Fasilitas
      • Perpustakaan
    • Kerjasama
    • Kontak Kami
  • Pendidikan
    • Departemen
    • Program Studi
    • Program Pascasarjana
    • Akreditasi
    • Sistem Pendidikan
    • Persyaratan Menyelesaikan Studi
    • Panduan Akademik
    • Kalender Akademik
    • Summer School NUS & FH Upper Austria
    • SUMMER COURSE
    • Program Fast Track FTP
    • Penerimaan Mahasiswa Baru
  • Penelitian
    • Laboratorium
      • Inkubator
      • Uji Public Service
      • Pimpinan Laboratorium
    • Jurnal
    • Buku
    • Publikasi
  • Mahasiswa
    • Calon Mahasiswa
    • Organisasi Mahasiswa
    • Magang
    • Beasiswa
    • Layanan Mahasiswa
    • Pengajuan Aktivitas Mahasiswa dan SKPI
    • Yudisium dan Wisuda Program Sarjana
    • Layanan Akademik Online – Sarjana
    • Layanan Akademik Online – Pascasarjana
  • Alumni
    • Layanan Alumni
    • Karir
    • Survei Alumni
    • KAGAMA TP
  • Informasi Publik
  • Beranda
  • Rilis Berita
  • Anisakis di Ikan Laut Merupakan Fenomena Alami

Anisakis di Ikan Laut Merupakan Fenomena Alami

  • Rilis Berita
  • 4 April 2018, 15.31
  • Oleh: admin
  • 0

Temuan cacing Anisakis sp. dalam sejumlah merek produk ikan makarel kalengan belum lama ini  menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Dosen Perikanan UGM, Dr. Eko Setyobudi, menyampaikan kemunculan anisakis dalam ikan laut merupakan hal yang biasa.

“Keberadaan anisakis di ikan laut merupakan fenomena biasa yang terjadi secara alami,” jelasnya, saat ditemui diruang kerjanya di Departemen Perikanan UGM, Selasa (3/4).

Eko mengatakan anisakis merupakan kelompok nematoda dari famili Anisakidae yang umum ditemukan sebagai parasit pada berbagai jenis ikan laut di seluruh dunia. Sementara itu, penyebarannya melibatkan krustasea, ikan, cumi-cumi, maupun mamalia laut sebagai inang.

Secara umum siklus hidup anisakis dicirikan dengan 4 kali moulting. Hanya stadia larva-2 yang bersifat hidup bebas dalam perairan dan akan berubah menjadi larva-3 setelah masuk dalam tubuh krustasea laut karena proses pemangsaan. Anisakis yang menginfeksi ikan atau cephalopoda berada dalam tahap larva-3 dengan ukuran kurang lebih 2-4 cm. Sementara  untuk tahap anisakis dewasa hanya ditemukan pada mamalia laut.

Eko menjelaskan bahwa infeksi anisakis dalam organisme laut telah diteliti dalam beberapa studi dan sejumlah besar spesies ikan dan cephalopoda rentan terhadap infeksi nematoda ini. Sampai saat ini tidak kurang dari 200 jenis ikan dan 25 jenis cephalopoda telah dilaporkan terinfeksi anisakis. Adapun jenis ikan yang banyak dilaporkan terinfeksi adalah Atlantic Mackerel, Horse Mackerel,  Blue Mackerel, Indian Mackerel,  dan Hering.

“Hasil penelitian Departemen Perikanan UGM juga menunjukkan bahwa beberapa spesies ikan di Samudera Hindia Selatan Jawa juga terinfeksi oleh nematoda in,” jelas pria yang fokus menekuni penelitian anisakis sejak 2006 ini.

Anisakis terdiri dari banyak spesies dan beberapa diantaranya diyakini hanya terdistribusi dalam area terbatas. Eko mencontohkan pada Anisakis simplex lebih banyak ditemukan di belahan bumi utara bagian barat dan timur Samudera Atlantik dan Pasifik. Namun, Anisakis simplex kadang ditemukan di perairan barat Mediterania, khususnya pada ikan pelagis yang melakukan migrasi dari Atlantik. Sedangkan anisakis yang teridentifikasi di Samudera Hindia Selatan Jawa adalah Anisakis typica.

“Tingkat prevalensi dan intensitas infeksi Anisakis sp. terhadap suatu jenis ikan sangat dipengaruhi oleh wilayah geografis, habitat dan musim. Namun, ikan yang hidup atau bermigrasi ke daerah endemik anisakis berpeluang lebih besar terkena infeksi,” jelas pria yang meraih doktor dari Gangneung -Wonju National University, Korea ini.

Prevalensi dan intensitas infeksi cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan ukuran atau usia ikan. Anisakis dapat hidup pada rongga perut, saluran pencernaan, organ tubuh bahkan dalam daging, dengan preferensi yang berbeda untuk setiap jenis inang.

Eko mengungkapkan di negara-negara maju, salah satunya Kanada, ikan yang telah diketahui mempunyai prevalensi larva anisakis yang tinggi akan diperiksa keberadaan nematodanya pada saat pengolahan. Daging ikan dengan infeksi berat akan dilakukan pemotongan bahkan dibuang. Proses seleksi ini dilakukan untuk menghindari kerugian ekonomi dan mencegah anisakis pada manusia.

Untuk mengurangi risiko keberadaan anisakis dalam industri pengolahan ikan, Eko menekankan pentingnya memastikan ikan bahan baku yang diperoleh bukan berasal dari wilayah dan musim musim penangkapan yang bebas dari infeksi anisakis. Selain itu, juga perlu dilakukan sampling terhadap bahan baku akan kemungkinan infeksi nematoda dan melakukan prosedur standar operasional penanganan bahan baku yang dicurigai terinfeksi dengan membuang bagian yang terinfeksi.

Cacing Mati Saat Proses Pengalengan

Pakar Keamanan Pangan, Prof. Endang Sutrisnawati Rahayu, saat dihubungi secara terpisah menyebutkan cacing anisakis pada ikan makarel kalengan dipastikan mati dan tidak membahayakan kesehatan manusia jika dikonsumsi. Pasalnya, cacing akan mati setelah melalui berbagai proses pengalengan sesuai dengan standar.

‘’Konsumsi bahan makanan yang mengandung parasit mati tidak membahayakan bagi kesehatan tubuh. Hanya saja dari segi estetika cacing memang sebaiknya tidak ada dalam ikan,” jelasnya.

Lebih lanjut dijelaskan Trisye, sapaan akrab Endang Sutrisnawati Rahayu, pada proses pengalengan memiliki persyaratan thermal untuk  memastikan seluruh mikroorganisme yang ada di bahan pangan yang diolah seluruhnya mati, termasuk endopsora  bakteri yang sering dipakai sebagai tolak ukur karena paling tahan dengan panas. Dengan demikian, pada proses pengalengan yang dilakukan sesuai dengan persyaratan yang ada dapat dipastikan aman bahkan hingga masa kadaluwarsa.

“Dalam proses sterilisasi untuk membunuh endospora saat pengalengan dilakukan di suhu lebih dari 121 °C. Kalau endospora saja sudah mati maka mikroorganisme serta parasit atau larva yang ada dalam bahan makanan yang diolah dipastikan juga sudah mati duluan,”tegasnya.

Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM ini mengimbau masyarakat untuk tidak panik menghadapi kejadian ini. Kasus ikan makarel kalengan yang bercacing ini diharapkan tidak menjadikan masyarakat takut untuk mengonsumsi ikan laut.

“Yang terpenting adalah diperhatikan dalam mengolah dan memasak ikan laut dengan sempurna,” katanya.

Yang harus diperhatikan, lanjutnya, justru pada ikan yang dikonsumsi mentah atau setengah matang. Menurutnya, perlu dilakukan kontrol terhadap bahan bakunya. Sebab, memasak ikan laut tanpa panas atau panas yang kurang tidak akan mematikan larva cacing dan bisa menyebabkan penyakit.

Trisye juga mengimbau industri pengalengan ikan untuk melakukan update standar operasional produk (SOP) pada Good Manufacturing Practice (GMP) maupun Hazard Analysis and Critical Control Point (HCPP) dan melakukan validasi  kecukupan panas dengan memperhatikan keberadaan nematoda pada bahan baku yang diolah.

Sebelumnya, BPOM merilis temuan  sebanyak 27 merek produk ikan makarel kalengan yang dinyatakan positif terdapat cacing parasit jenis Anisakis sp. BPOM telah melakukan pengawasan dengan menarik merek-merek tersebut dari pasaran di berbagai wilayah Indonesia. (Humas UGM/Ika)

 

Sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/15976-anisakis.di.ikan.laut.merupakan.fenomena.alami

Berita Terakhir

  • FTP UGM Dorong Kesadaran Cegah Food Waste Melalui Edukasi di Lingkungan Fakultas
  • FTP UGM Gelar Workshop Tim Kesehatan Mental untuk Perkuat Sistem Kampus Sejahtera
  • Kick-Off PUI-PT Gastronomi Indonesia, FTP UGM Dorong Gastronomi sebagai Soft Power dan Penggerak Ekonomi Kreatif
  • Dr. Andika Sidar Bahas Pemanfaatan Limbah Lignoselulosa sebagai Bioenergi dalam EVIDENT Founding Dialogue 2025
  • Prof. Dr. Sri Raharjo Bahas Ketahanan Pangan Kota Yogyakarta dalam FGD Bersama Dinas Pertanian dan Pangan

Berita UGM

  • Momen Nataru dan Mudik Lebaran, Pemerintah Perlu Strategi Antisipasi Penumpukan Volume Kendaraan 31 Desember 2025
  • UGM dan Pemkab Kulon Progo Jajaki Pengembangan RS Nyi Ageng Serang 31 Desember 2025
  • Perkuat Ekosistem Biota Laut, PSLH UGM Rehabilitasi Mangrove di Kampung Patikang Pandeglang 31 Desember 2025
  • UGM Raih Penghargaan Kampus dengan Kinerja Mobilitas Mahasiswa Terbanyak di Anugerah Diktisaintek 31 Desember 2025
  • Lonjakan Wisatawan di Libur Nataru, Sosiolog UGM Soroti Dampak Sosial Bagi Warga Yogyakarta 31 Desember 2025
Universitas Gadjah Mada

UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
Jl. Flora No. 1 Bulaksumur
Yogyakarta, Indonesia 55281
+62 274 589797
+62 274 589797
fateta[at]ugm.ac.id

Info Fakultas

  • Rilis Berita
  • Agenda
  • Akademik
  • Kemahasiswaan
  • Perpustakaan
  • Beasiswa
  • Info Magang
  • Lowongan Kerja
  • Bantuan Hibah
  • Pengabdian
  • Seminar-Workshop

Departemen

  • Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian
  • Teknik Pertanian dan Biosistem
  • Teknologi Industri Pertanian

Layanan Akademik Online

  • Layanan Akademik Sarjana
  • Layanan Akademik Pascasarjana

Informasi Publik

  • Daftar Informasi Publik
  • Permohonan Informasi Publik

Jurnal

  • Agritech
  • Agroindustrial Journal
  • Indonesian Food and Nutrition Progress

© 2025 Fakultas Teknologi Pertanian UGM

Peta SitusAturan PenggunaanKontak

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju