Bisa menyekolahkan anak hingga jenjang pendidikan tinggi tentunya menjadi impian bagi semua orang tua. Begitu pula bagi Arief Effendi (51) yang bekerja sebagai sopir bus jurusan Pacitan-Solo ini. Sejak dulu, Arief dan isterinya Endang Sukarsih (49) memimpikan anak-anaknya bisa sukses lebih dari mereka.
Selama 17 tahun terakhir, Arief menggantungkan hidup dengan bekerja sebagai sopir angkutan umum. Setiap bulannya dia hanya bisa membawa pulang uang sekitar Rp1 juta. Uang tersebut digunakan untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan ketiga anaknya. Sementara Endang, setiap pagi harus berjualan nasi rames di warung emperan miliknya yang berada di sekitar Alun-Alun Kota Pacitan. Hal itu dilakoninya untuk membantu menambah penghasilan keluarga.
Arief dan Endang membesarkan tiga anaknya di sebuah rumah sederhana yang berada di pusat Kota Pacitan tepatnya di Rt 02 Rw 03 Lingkungan Gantung, Pacitan. Meski hidup dalam keterbatasan Arief tetap semangat dan memiliki tekad kuat bisa menyekolahkan semua anak-anaknya hingga jenjang perguruan tinggi. Baginya, pendidikan merupakan hal penting karena dengan pendidikan bisa mengubah nasib seseorang menjadi lebih baik.
“Sangat berat sebenarnya, apalagi saat anak pertama dan kedua kuliah dan masih harus membiayai si bungsu sekolah. Namun, bagimanapun caranya saya harus bisa menyekolahkan anak-anak sampai perguruan tinggi,” jelasnya.
Bahkan, saat itu dia sampai menjual rumahnya agar bisa bertahan hidup dan bisa membiayai anak-anaknya mengejar pendidikan. Untuk makan pun hanya berlauk kecap dan kerupuk karena kondisi saat itu yang sangat pas-pasan.
“Anak-anak sangat paham kondisi orang tua, mereka tidak pernah meminta macam-macam dan berusaha berprestasi,” kata Arief saat ditemui di rumahmnya belum lama ini.
Hasil tidak mengkhianati usaha. Puteri pertama berhasil lulus dari IAIN Surakarta dan membuka usaha les privat. Sementara puteri keduanya lulus dari UNS saat ini telah bekerja di salah satu bank terbesar milik pemerintah. Lalu, putera bungsunya, Wahyu Aji Cahyana berhasil masuk kuliah di UGM pada tahun 2017 ini. Masuk UGM tanpa tes dan meraih beasiswa bidikmisi untuk anak berpretasi dari keluarga kurang mampu.
“Bersyukur dan senang sekali bisa diterima kuliah di UGM apalagi dibebaskan dari biaya kuliah,” kata Aji, sapaan akrab Wahyu Aji Cahyana.
Aji mengaku tidak pernah merasa malu dengan profesi sang ayah yang bekerja sebagai sopir bus. Hal ini tidak menghentikan langkahnya untuk menggapai impian melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Sejak bangku SD hingga SMA dia selalu giat belajar agar bisa menuntaskan pendidikannya. Kegigihan dalam belajar membuahkan hasil manis, alumnus SMA 1 Pacitan ini diterima masuk Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM .
“Saya ingin menjadi insinyur dan menghasilkan inovasi yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas,” ucap peraih juara 1 kompetisi bridge Prambanan Cup 2015 lalu ini.
Sementara itu, Endang hanya bisa mendoakan agar putera bungsunya bisa lancar dalam menjalani kuliah. Lebih dari itu, bisa menjadi sosok yang membanggakan serta dapat menjunjung derajat keluarga.
“Semoga kuliah lancar dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai,”ucapnya singkat. (Humas UGM/Ika)
Sumber : https://ugm.ac.id/id/berita/14416-kisah.anak.sopir.bus.mengejar.mimpi.menjadi.insinyur.di.ugm