Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil mengembangkan sistem irigasi secara otomatis sesuai kebutuhan tanaman di areal perkebunan kelapa sawit. Alat yang masih berupa prototipe ini bahkan menjadi jawara dalam kompetisi Agribiz Challenge yang digelar pada bulan Desember 2016 lalu.
Sistem irigasi yang dinamai dengan “AiRi” ini memperoleh juara pertama kategori on farm di ajang bergengsi tersebut dengan menyisihkan ratusan karya lainnya. Sistem ini dikembangkan oleh Andrianto Ansari dari Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) berkolaborasi dengan beberapa alumni FTP, yaitu Widagdo Purbowaskito, Yustafat Fawzi, dan Dualim Atma serta Muhammad Ghufron Mustaqim dari FISIPOL. Kelimanya tergabung dalam tim Merapi Tani Instrument (Mertani) Indonesia.
“AiRi merupakan teknologi otomatisasi untuk irigasi pada pembibitan kelapa sawit yang mengombinasikan hardware dan software yang bekerja secara real time,” jelas Andrianto, Rabu (4/1).
Andrianto memaparkan pengembangan alat yang telah dilakukan sejak tahun 2012 silam ini berawal dari keprihatin terhadap sistem irigasi yang dilakukan para petani Indonesia karena masih berjalan secara tradisional. Irigasi secara manual dinilai kurang efektif karena membutuhkan banyak tenaga dan waktu dalam pengerjaannya.
Dengan adanya teknologi otomatisasi irigasi ini diharapkan tidak hanya bisa mengurangi pengeluaran biaya dan tenaga. Namun, juga dapat mengoptimalkan pertumbuhan tanaman dan menghemat penggunaan air.
Teknologi otomatisasi irigasi ini, kata Andrianto, menggunakan sensor nutrisi, sensor lengas tanah, serta sensor iklim mikro berbasis jaringan nirkabel. Melalui sensor-sensor itu dapat diketahui kondisi kelembaban tanah, nutrisi dan iklim di area perkebunan. Alat ini juga dilengkapi dengan panel surya sebagai sumber energi dalam pengoperasian sistem irigasi ini.
“Alat ini bekerja secara otomatis saat tanaman membutuhkan air,” ujar pria asal Sedayu, Bantul ini.
AiRi bekerja dengan mengalirkan air irigasi otomatis saat tanaman membutuhkan air melalui pendekatan titik layu. Lalu irigasi akan berhenti otomatis saat tanah mencapai kapasitas lapang lewat pembacaan skor lengas tanah.
“Dengan begitu sistem otomatisasi irigasi ini mampu menghemat penggunaan air,” tuturnya.
AiRi telah diaplikasikan di beberapa tempat salah satunya Pusat Penelitian kelapa Sawit (PPKS) Medan. Selain itu, juga pernah diujicobakan di kebun tembakau PTPN X Klaten.
Saat ini, sistem irigasi yang dikembangkan lima anak muda ini berupa irigasi sistem tetes. Namun kedepan, mereka akan mengembangkan dengan sistem sprinkler agar pengairan lebih optimal.
“Berbagai pengembangan terus kami lakukan agar alat ini bisa bekerja lebih maksimal dan diproduksi secara massal agar manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat,”tutupnya. (Humas UGM/Ika)